
Emiten tambang batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 169,96 juta atau sekitar Rp 2,43 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per US$.
Perolehan laba bersih tersebut meningkat 9,58% dari tahun sebelumnya sebesar US$ 155,09 juta atau Rp 2,21 triliun.
Kenaikan ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan usaha bersih 15% menjadi US$ 1,45 miliar dari sebelumnya US$ 1,36 miliar. Beban pokok penjualan mengalami kenaikan 2% menjadi US! 1,06 miliar dari sebelumnya US$ 1,04 miliar.
Dengan demikian laba kotor Adaro sepanjang semester pertama tahun ini sebesar US$ 499 juta atau naik 55% dari tahun lalu US$ 323 juta dengan EBITDA operasional naik 36% menjadi US$ 635 juta dari sebelumnya US$ 465 juta.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer, Garibaldi Thohir, mengatakan, suplai yang ketat di pasar batu bara mendorong kenaikan dan menopang harga batu bara yang tinggi pada periode laporan ini. Akibat hambatan suplai, negara-negara penyuplai utama batu bara tidak mampu memenuhi permintaan yang tinggi berkat pemulihan ekonomi yang terkait dengan kondisi pandemi.
"Harga batu bara mencapai titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir dan dengan demikian memungkinkan AE membukukan profitabilitas yang baik pada periode ini," kata Boy Thohir, dalam keterangan resmi, Selasa (31/8/2021).
Walaupun kondisi pasar membaik, kata dia, Adaro Energy akan terus mempertahankan disiplin dan fokusnya pada keunggulan operasional serta efisiensi di sepanjang rantai pasokan batu baranya yang terintegrasi secara vertikal.
Dari sisi produksi, selama 6 bulan pertama, ADRO memproduksi 26,49 juta ton batu bara, atau 3% lebih rendah secara tahunan dan penjualan batu bara pada pada periode yang sama tercatat 25,78 juta ton, atau turun 5% secara tahunan.