
Sumber : https://insight.kontan.co.id/news/waduh-risiko-pembiayaan-utang-emiten-batubara-meningkat
KONTAN.CO.ID 25/11/2019 memberitakan bahwa lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investors Service, memperkirakan risiko pembiayaan kembali atau refinancing produsen batubara di Indonesia bakal meningkat pada tahun 2022. Setidaknya, ada tujuh perusahaan batubara yang mendapatkan penilaian dari Moody's Investors Service.
Mereka adalah PT Adaro Indonesia (grup Adaro Energy), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT ABM Investama Tbk (ABMM), Geo Energy Resources Limited, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan Golden Energy and Resources Ltd.
Moody's mencatat, total utang perusahaan batubara yang jatuh tempo pada tahun 2022 mencapai US$ 2,9 miliar. Utang tersebut dalam bentuk kredit perbankan maupun obligasi. Nilai utang itu melonjak dari 2020 dan 2021 yang masing-masing US$ 800 juta dan US$ 700 juta.
Asisten Wakil Presiden dan Analis Moody's Maisam Hasnain menyebutkan, untuk membiayai kembali utang yang jatuh tempo, beberapa perusahaan ini bergantung pada upaya mendorong kapasitas cadangan batubara yang semakin menipis.
Sementara beberapa perusahaan lain dibayangi risiko izin penambangan yang akan kedaluwarsa. Selain ini, risiko refinancing semakin terancam oleh isu lingkungan dan rekam jejak sejumlah penambang yang belum teruji dalam menebus obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk, Dileep Srivastava, menampik kekhawatiran tersebut. "Kami tidak melihat masalah seperti itu pada tahun 2022. Kami memenangkan banyak penghargaan program lingkungan. Cadangan batubara kami lebih dari 2 miliar ton," terang dia kepada KONTAN, Kamis (14/11).
Saat ini, BUMI masih melakukan diskusi dengan sejumlah kreditur mengenai skenario refinancing. "Tranche A dapat dilunasi pada awal tahun 2021, sementara tranche B menjelang akhir 2022," Dileep mengklaim.
Mengenai risiko perizinan, Dileep bilang, pihaknya masih menunggu keputusan resmi pemerintah. Kontrak anak usaha BUMI akan habis dalam dua tahun ke depan, yakni PT Arutmin Indonesia berakhir per 1 November 2020, sedangkan kontrak PT Kaltim Prima Coal akan habis pada 31 Desember 2021.
Sementara Head of Corporate Communication PT Indika Energy Tbk, Leonardus Herwindo, menyatakan sudah mengantisipasi risiko atas kemampuan perusahaan dalam refinancing.
"Bond yang jatuh tempo tahun 2022 sebesar US$ 265 juta," sebut dia. Dalam kurun waktu itu, INDY akan memantau perkembangan untuk menentukan strategi refinancing.
"Sumber pendanaan kami berasal dari kas internal, pinjaman bank maupun global bond," kata dia.
Di sisi lain, perpanjangan izin menjadi sorotan bagi INDY. Maklumlah, kontrak anak usaha INDY yakni PT Kideco Jaya Agung akan berakhir pada 13 Maret 2023. "Sementara terkait perpanjangan PKP2B, kami masih menunggu keputusan pemerintah," kata Leonardus.
Direktur PT ABM Investama Tbk, Adrian Erlangga, meyakini tidak akan kesulitan membayar kredit sesuai jadwal. "Insya Allahkami akan membaik pada tahun depan, juga sudah ada planning untuk skema refinancing tapi belum bisa kami jelaskan," ungkap dia.
Adrian juga memastikan cadangan batubara ABMM akan bertambah, lantaran akuisisi tambang yang ditargetkan bisa rampung pada akhir tahun ini. "Cadangan baru akan kita peroleh tahun ini juga," pungkas dia.
Butuh kepastian perpanjangan kontrak
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Pandu P. Sjahrir, mengatakan kesanggupan pengelolaan risiko dalam refinancing akan berpulang pada kondisi dan strategi masing-masing perusahaan.
Namun secara umum kondisi pasar batubara akan membaik pada tahun depan.
Kendati begitu, Pandu menganggap, kondisi pasar dan kinerja perusahaan juga akan dipengaruhi keputusan pemerintah. Misalnya, keputusan mengenai besaran dan harga batubara domestik atawa DMO, serta kepastian hukum dalam perpanjangan kontrak.
"Yang penting dari sisi kebijakan pemerintah, seperti DMO dengan batas harga atas bisa hilang, sehingga harga bisa balik ke market oriented. Mengenai PKP2B seharusnya selama mengikuti peraturan, bisa mendapatkan perpanjangan izin," kata Pandu.
Ketua Indonesian Mining Institute, Irawandy Arif, menilai prospek industri batubara Indonesia hingga tahun 2022 masih positif.
Dia melihat risiko terbesar bukan datang dari isu lingkungan dan penyusutan cadangan. "Tapi dari perpanjangan PKP2B dan batasan luas wilayah," ujar dia.