Formula Biaya PPM Kembali Mengemuka

Direktorat Jenderal Minerba kembali menggelar diskusi terkait formulasi biaya PPM. Diskusi yang gelar di Surabaya, Jawa Timur (15/11) ini merupakan diskusi lanjutan untuk meminta masukan formula biaya PPM. Ada lebih dari 40 perwakilan perusahaan yang datang untuk berdiskusi.

Pihak Minerba yang diwakili Kasubdit Hubungan Komersial Batubara, Ai Rukhiyat kembali menegaskan dan meminta agar perusahaan memberi masukan terkait opsi-opsi tentang penetapan formula biaya PPM. Adapun 3 opsi tersebut adalah biaya PPM ditetapkan 2% dari EBT, 2 % dari EBITDA, Dan opsi terakhir 1,5% biaya PPM dan 0,5 biaya CSR.

APBI yang diwakili Deputi Direktur Executive Gita Mahyarani menegaskan bahwa APBI mendukung kegiatan Minerba dalam penerapan PPM. Terlebih dalam pelaksanaan 8 program yang tertuang dalam aturan mengenai PPM berdasarkan cetak biru. Hanya saja, APBI tidak memilih opsi opsi yang ditawarkan oleh Minerba. Pertimbangan APBI adalah pada pelaksanaan program cetak biru sesuai dengan Kepmen ESDM 1824/2018 menjadi hal yang paling utama. Selain itu orientasi dengan keberhasilan program PPM harus menjadi tujuan utama agar PPM tepat sasaran menuju masyarakat madani. Jika PPM dipatok berdasarkan formulasi tertentu, maka kewajiban yang semula adalah tanggung jawab sosial juga berubah menjadi tanggung jawab keuangan.

Paparan yang diberikan APBI juga melihat kondisi yang ada saat ini. Beban perusahaan selayaknya juga menjadi pertimbangan. Tak hanya itu, biaya yang dikeluarkan untuk PPM sering kali terkoreksi dalam pembiayaan pajak.

Pihak Minerba pun menyetujui bahwa keberhasilan program menjadi tujuan utama. Hanya saja Minerba membutuhkan metode penghitungan maupun batas yang layak bagi tiap perusahaan dalam penerapan PPM tersebut. Biaya hingga keberhasilan dan jalannya PPM dapat ditelaah melalui mekanisme RKAB.

Reaksipun bermunculan dari para perwakilan perusahaan yang datang. Kekhawatiran bahwa jika dana PPM dipatok berdasarkan besaran tertentu akan membuat masyarakat justru menghitung biaya lebih dahulu. Padahal cetak biru yang seharusnya disusun bersifat bottom up atau melihat keperluan masyarakat berdasarkan social mapping

Namun tidak semua wakil perusahaan sependapat. Adapula yang mengusulkan jika memang diwajibkan besaran biaya PPM dibuat cluster-cluster sesuai dengan hasil produksi perusahaan. Adapula yang memberi masukan disesuaikan dengan umur masa tambang. Diskusi ini sendiri menjadi masukan bagi Minerba sebelum mengkaji lebih lanjut formulasi biaya PPM.

Related Regular News: