FGD Kesepahaman Menuju Kebijakan Carbon Pricing

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (DJPP) dibawah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas kebijakan Carbon Pricing di Menara Peninsula, Jakarta (18/11).

Acara ini dibuka oleh Ir. Ruandha Agung Sugadirman, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, yang pada pagi itu menggantikan Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagaimana diketahui, komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) diperkuat oleh dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ditahun 2016. Dimana penurunan tersebut ditargetkan untuk yang sifatnya unconditional sebesar 29% dan conditional sebesar 41% pada tahun 2030 mendatang.

Beliau menyampaikan untuk memenuhi target tersebut, secara nasional sudah dilakukan aksi mitigasi dibeberapa sektor antara lain melalui instrumen pasar. Adapun hal-hal lain yang perlu didiskusikan lebih dalam untuk mencari kesepahaman sebelum menentukan kebijakan untuk pelaksanaannya.

Oleh karenanya, acara ini kemudian dibagi menjadi 3 (tiga) grup atau sektor yang memfokuskan pada opsi kebijakan, peran sektor swasta, dan peluang serta tantangan dalam implementasinya. Diskusi-diskusi tersebut dilakukan dalam waktu yang bersamaan diruangan yang berbeda dan diikuti oleh kurang lebih 50 peserta disetiap grupnya.

Perwakilan APBI pada saat itu mengikuti sesi Group 1 yang difasilitasi oleh Ibu Laksmi Dewanti. Beliau menyampaikan bahwasannya pengembangan carbon pricing untuk mitigasi perubahan iklim sudah menjadi tugas Menteri LHK sebagaimana disebutkan Presiden RI dalam acara pengenalan Kabinet Indonesia Maju.

Dalam definisi yang dipaparkan, carbon pricing adalah instrumen untuk mendorong pengurangan emisi karbon pada tingkat harga tertentu melalui berbagai mekanisme seperti cap and trade, carbon tax, carbn offset, dan atau kombinasinya.

Dari perspektif ekonomi yang dikemukaan oleh perwakilan dari World Bank, pemberlakuan carbon tax kepada pemilik sumber emisi dianggap sebagai cara yang paling pas karena lebih transparan dalam sisi biaya dan administrasinya. Adapun beberapa peserta lain dari sisi pelaku usaha yang mengutarakan pengimplementasian melaui opsi yang berbeda seperti cap and trade atau carbon-offset mechanism yang dinilai lebih flexible.

Yang sangat penting didiskusikan adalah kebijakan kewajiban penurunan emisi. Bila kewajiban ini ada maka pasar akan terbentuk dengan sendirinya melalui berbagai mekanisme sebagaimana yang sudah disebutkan dalam PP 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan kebijakan tersebut dibuat tidak over-regulated pada sektor terkait dengan membatasi penjualan ke pihak tertentu.

Hal-hal lain yang menjadi pembahasan dalam forum diskusi ini adalah mengenai usulan pemberhentian subsidi yang dikeluarkan pemerintah yang memiliki dampak negatif terhadap emisi, contohnya seperti subsidi BBM. Co-benefit dari penurunan emisi juga perlu diperhitungkan dalam pengembangan kebijakan carbon pricing, misalnya biodiversity, eksternalitas, pendampingan masyarakat, dll.

Kesimpulannya adalah perlu dibentuk norma-norma pengelompokan secara umum dan tematik serta perhitungan teknis atau metodologi sains untuk menghitung kuota emisi. Oleh karena itu Ditjen PPI akan mengadakan Focus Group Discussion lanjutan untuk membahas hal yang lebih spesifik.

 

Related Regular News: