.jpeg)
Bertempat di kantor APBI (10/12/2019) Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia dan perwakilan dari perusahaan PT. Suprabari Mananindo Mineral, Ardhi Ishak Koesen menerima kunjungan delegasi Tiongkok dari tim manajemen Sunlight Coking Group dan perusahaan konsultan batubara yaitu Fenwei Energy. Berikut adalah nama-nama delegasi dari Tiongkok yang berpartisipasi dalam kunjungan tersebut, yaitu Wang Jifeng, Deputy GM, Li Jiquan, Deputy GM, Wang Genxuan, Directory of Coal Blending Center, Yao Tian, Engineer of Coal Blending Center and Sarah Liu, Vice President dari Fenwei Energy.
Acara dimulai dengan penjelasan profil Fenwei Energy dan Sunlight Coking Coal Group yang telah lama bergelut dalam industri coking coal di Tiongkok. Fenwei Energy Information Services Co, Ltd adalah penyedia layanan dan konsultan independen terkemuka di industri batubara. Bidang keahliannya berkisar dari konsultasi, analisis, solusi teknis dan tolok ukur, dll. Fenwei telah membantu perusahaan-perusahaan besar di luar negeri menginjakkan kaki di Cina selama lebih dari 15 tahun dan telah mengembangkan kemitraan jangka panjang dengan banyak klien.
Salah satu layanan dari Fenwei adalah Fenwei Coking Coal Index/CCI telah menjadi indeks harga batubara Cina yang paling banyak dilihat oleh para pelaku pasar secara global sejak debutnya pada tahun 2012. Data Fenwei berdasarkan informasi pasar yang lebih cepat, didukung oleh metodologi yang telah teruji namun dapat beradaptasi. Seri indeks dikompilasi oleh tim profesional berdasarkan harga perdagangan lebih dari 65% dari transaksi harian di pusat-pusat transfer utama. Data CCI ini digunakan untuk memandu transaksi domestik dan impor batubara termal dan kokas. Banyak pedagang telah menggunakan indeks Fenwei CCI/Coking Coal Index untuk tujuan penentuan harga dan negosiasi.
Lebih lanjut tentang Sunlight Coking Group Co, Ltd adalah perusahan yang didirikan pada tahun 1988, setelah 30 tahun pembangunan berkelanjutan, telah membuat arang batubara yang bersih, ramah lingkungan, dan maju serta grup perusahaan bahan baru yang mengintegrasikan “penambangan batu bara, pencucian batu bara mentah, kokas peleburan, pemrosesan tar, bahan kimia halus, bahan karbon baru, pembangkit listrik yang dihasilkan sendiri, transportasi kereta api, pasokan eksternal gas batubara, logistik dan perdagangan, perdagangan internasional dan bisnis lainnya ".
Sunlight Coking Group adalah pengembang ekonomi dan teknologi tingkat provinsi yang terletak di Kota Hejin, Provinsi Shanxi, dan kontraktor utama untuk pembangunan 6 "basis produksi kokas dengan level 10 juta ton" di Provinsi Shanxi. Sunlight Coking Group memiliki produksi batubara tahunan 5 juta ton, pencucian batubara mentah tahunan 8 juta ton, produksi kokas tahunan 5 juta ton, volume pasokan gas batubara eksternal tahunan 1 miliar m3, dan kapasitas pembangkit listrik tahunan 800 juta kWh. Selain itu, Sunlight Group memiliki kapasitas pemrosesan tar batubara tahunan 1,08 juta ton, produksi karbon hitam tahunan 500.000 ton, dan kapasitas pemrosesan minyak antrasena 100.000 ton, dan mampu menghasilkan lebih dari 40 jenis produk kimia seperti antrasena halus, karbazol dan antrakuinon.
Dalam kunjungan ini tim delegasi Tiongkok meminta penjelasan terkait potensi coking coal di Indonesia, mereka menanyakan arah kebijakan bagi para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Sebagai informasi, Sunlight Coking Group berencana untuk membangun pabrik kokas di Indonesia. Sunlight Coking Group saat ini memiliki kapasitas produksi kokas sebesar 5 juta ton dan berencana menambah produksi kokas mejadi 10 juta ton di Tiongkok, sehingga bisa menjadi grup produsen kokas terbesar di Tiongkok.
Dalam diskusi ini Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menjelaskan bahwa saat ini potensi bisnis coking coal di Indonesia masih sangat besar karena masih sedikit perusahaan yang masuk dalam industri coking coal ini. Existing perusahaan coking coal di Indonesia menurut data Kementerian ESDM hanya 3 perusahaan, dimana resource dan reserve tentang coking coal ini sebenarnya masih sangat besar, akan tetapi belum di explore lebih lanjut.
Lebih lanjut Hendra Sinadia menjelaskan tentang beberapa kendala utama dalam eksploitasi coking coal di Indonesia yaitu antara lain terkait investasi yang sangat besar karena coking coal umumnya berada area pedalaman tepatnya di Kalimatan Tengah sehingga diperlukan proses hauling yang sangat jauh, hal ini tentu saja menjadikan cost produksi menjadi semakin tinggi. Saat ini proses hauling di Kalimantan masih mengandalkan tongkang/barge melalui aliran sungai dengan keterbatasan volume pengangkutan yang berbeda pada musim hujan dan kemarau. Pemerintah daerah Kalimantan Tengah saat ini sedang berusaha membuat sistem hauling melalui kereta api, akan tetapi proyek ini masih belum terealisasi. Dimana beberapa tahun yang lalu telah dijajaki rencana pembuatan rail kereta api yang bekerja sama dengan Rusia, akan tetapi proyek ini berhenti “ditengah jalan”. Hal ini menunjukkan bahwa peluang investasi di bidang coking coal di Indonesia sangat terbuka lebar karena end user coking coal di dalam negeri dan dunia masih cukup tinggi.
Berdasarkan data yang dimiliki tim riset APBI perusahaan yang paling serius terjun dalam coking coal di Indonesia adalah Adaro Met Coal (AMC) yang merupakan anak perusahaan PT. Adaro Energy Tbk dimana saat ini memiliki 7 konsesi coking coal yang tersebar di sekitar Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, selain itu PT. Adaro Energy Tbk saat ini telah memiliki konsesi coking coal di Australia (Kestrel). Selain Adaro Met Coal (AMC) perusahaan di Indonesia yang terjun di bidang coking coal saat ini adalah PT.Marunda Graha Mineral dan PT.Suprabari Mapanindo Mineral.
Lebih lanjut pertemuan kali ini menjadi informasi yang sangat penting bagi delegasi Tiongkok untuk menentukan arah bisnisnya di Indonesia terutama terkait coking coal.