
Kementerian ESDM menindaklanjuti surat dikirimkan APBI pada tanggal 17 Desember 2019 perihal Penyampaian Kajian Dampak Pemberlakuan Permendag No. 82 Tahun 2017, serta tindak lanjut persiapan penggunaan angkutan laut yang dikuasai oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional bagi eksportir batubara dengan mengundang pihak-pihak terkait dalam suatu forrum pertemuan. Rapat yang diadakan di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dipimpin oleh Sujatmiko Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara dan dihadiri juga oleh Prof.Irwandy Arif selaku Staf Khusus Menteri ESDM bidang percepatan tata kelola minerba, dan Johni Martha selaku Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kemendag. Dari Kementerian Perhubungan hadir Lusiati Kasubdit Lalu Lintas dan Angkutan Ditjen Perhubungan Laut serta Pengurus dari INSA dan wakil dari APBI.
Maksud dan tujuan pertemuan tersebut bagi ESDM adalah mendengarkan pandangan dari pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah (Kemendag dan Kemenhub), serta pihak perusahaan pelayaran nasional (INSA), dan eksportir dan importir batubara (APBI). Kemendag menjelaskan latar belakang penerbitan dari Permendag 82/2017 yang mana kewajiban penggunaan kapal nasional bagi eksportir komoditas tertentu termasuk batubara akan efektif berlaku per 1 Mei 2020. Kemendag juga menyampaikan bahwa Permendag 82/2017 merupakan salah satu implementasi dari Paket Kebijakan Ekonomi jilid XV yang bertujuan untuk mengembang logistik nasional serta untuk mengatasi semakin melebarnya defisit transaksi jasa perdagangan.
Pihak Kemenhub menjelaskan peran otoritas perhubungan dalam menangani pendaftaran perizinan kapal-kapal yang digunakan untuk ekspor batubara. Sementara INSA menyampaikan pandangan mengenai kesiapan industri pelayaran nasional dalam mendukung Permendag 82/2017 tersebut. Sedangkan APBI menyampaikan mengenai posisi/pandangan dari pihak eksportir/importir yang khawatir implementasi dari kebijakan tersebut dapat menghambat ekspor serta menambah beban biaya usaha.
Kementerian ESDM seperti yang disampaikan oleh Irwandy Arif dan Sujatmiko berkomitmen untuk mendorong ekspor batubara sebagai sumber devisa negara ditengah semakin melebarnya defisit transaksi berjalan (current account deficit). Namun disisi lain, ESDM juga memahami kebijakan pemerintah dalam mendorong inudstri logistik pelayaran nasional. Staf Khusus Menteri ESDM mengharapkan agar dalam penyusunan kebijakan menggunakan data-data yang komprehensif. Dari APBI data yang diharapkan berupa rincian/detail volume dan tujuan ekspor batubara. Sedangkan dari INSA diharapkan data-data kapasitas kapal nasional.
APBI juga diharapkan menyediakan summary dari kontrak-kontrak jangka panjang perusahaan anggotanya yang umumnya menggunakan sekma FOB (Free On Barge) serta diminta untuk memiliki data dari anggotanya terkait kapasitas kapal yang digunakan untuk ekspor. Sementara untuk INSA diminta untuk melihat kesiapan kapal yang ada saat ini seperti apa kondisinya (umur kapal, kapasitas kapal, tipe kapal seperti apa, dan sebagainya), hal ini diharapkan dapat dikumpulkan oleh masing masing asosiasi sebelum rapat lanjutan pada tanggal 27 Januari 2020 di Kemendag.
Disisi lain, APBI sendiri mengusulkan sebaiknya pemerintah menggunakan satu basis data yang sama, seperti yang dilakukan pada awal pembahasan Permendag ini pada ahun 2018 dimana Pemerintah dibawah Kemendag mengundang para surveyor untuk mengumpulkan data ekspor batubara, jumlah muatan kapal, kapal yang dipakai oleh Indonesia, sampai umur kapal yang tersedia. Hal ini dirasakan lebih menjajikan karena data tersebut bersifat nasional dan bila menggunakan data dari APBI hanya mencakup anggotanya saja (hanya menjangkau 70% dari produksi nasional).
Hal ini dilakukan agar pemerintah memiliki bukti ril yang terjadi di lapangan seperti apa, sehingga pada rapat tanggal 27 Januari 2020 yang akan datang diharapkan tidak membahas hal yang dirasakan makro sehingga pembahasan akan lebih terarah. APBI sendiri merasa sebaiknya pemerintah menggunakan satu basis data yang sama, seperti yang dilakukan pada awal pembahasan Permendag ini pada ahun 2018 dimana Pemerintah dibawah Kemendag mengundang para surveyor untuk mengumpulkan data ekspor batubara, jumlah muatan kapal, kapal yang dipakai oleh Indonesia, sampai umur kapal yang tersedia. Hal ini dirasakan lebih menjajikan karena data tersebut bersifat nasional dan bila menggunakan data dari APBI hanya mencakup anggotanya saja (hanya menjangkau 70% dari produksi nasional).