.jpg)
Pada hari Selasa 21/1/2020 majalah Tambang mengadakan seminar terbatas terkait proses perpanjangan kontrak tujuh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama . Hadir dalam seminar ini Pakar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin Makassar Prof.Abrar Saleng, Direktur Eksekutif APBI-ICMA Hendra Sinadia, General Manager Legal and External Affair Arutmin, Ezra Sibarani dan beberapa perusahaan PKP2B Generasi I.
Dalam seminar ini Pakar Hukum Pertambangan Prof.Abrar Saleng menyampaikan beberapa point penting antara lain bahwa perpanjangan kontrak kepada PKP2B Generasai pertama berhak dilakukan dan ada kepentingan bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk memastikan perpanjangan kontrak tersebut, sehingga menjadi preseden baik bagi iklim investasi di sektor pertambangan.
Lebih lanjut menurut Prof.Abrar Saleng bahwa hak perpanjangan sejak awal diatur dalam isi kontrak PKP2B dan dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), tepatnya pada ketentuan peralihan pasal 169. Jadi menurut Pasal 169 UU Minerba perpanjangan kontrak dapat dilakukan. Aturan ini juga diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, bahwa perpanjangan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Mekanismenya tanpa melalui lelang, dengan durasi IUPK dua kali sepuluh tahun.
Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Prof.Abrar Saleng menjelaskan kembali bahwa perpanjangan dibolehkan asal memenuhi unsur penerimaan negara yang lebih menguntungkan, potensi cadangan dan kepentingan nasional, kinerja yang lebih baik, dan memenuhi persyaratan teknis. Artinya jika kontraktor mampu memenuhi syarat-syarat tersebut, maka secara etika tak ada alasan kontrak tak diperpanjang.
Lebih lanjut Prof.Abrar Saleng menjelaskan bahwa terkait batasan luas wilayah dari IUPK batubara, yang dalam pasal 83 UU Minerba disebutkan maksimal 15.000 hektare (ha), Prof.Abrar Saleng menilai bahwa pasal ini ditujukan untuk IUPK yang sama sekali baru, bukan IUPK yang berasalnya kelanjutan dari pengusahaan lama atau perpanjangan PKP2B. Penciutan menjadi 15.000 ha menurutnya tidak berlaku bagi IUPK yang statusnya perpanjangan dari PKP2B. Menurut catatan Prof.Abrar Saleng, bahwa PKP2B telah menyampaikan Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW) kepada pemerintah dan telah disetujui.
Dalam seminar ini Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan bahwa pemerintah sebagai salah satu pihak dalam PKP2B tentunya juga memiliki kepentingan terkait kelangsungan investasi. PKP2B generasi pertama berperan besar dalam mendukung perekonomian di level nasional. Dia mencontohkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara, yang pada tahun 2019 mencapai Rp 50 triliun. Dari jumlah itu, 80% disumbang oleh batu bara. Sementara itu menurut data PKP2B generasi pertama itu berkontribusi sekitar 40% dari total produksi batubara nasional.
Lebih lanjut Hendra Sinadia menjelaskan bahwa peran perusahaan batubara PKP2B generasi pertama di daerah operasinya yang signifikan terhadap ekonomi setempat dan pada kenyatannya industri sama sekali tak khawatir akan prospek perpanjangan kontrak PKP2B. Semua pihak berkepentingan untuk mewujudkan semangat di sektor pertambangan nasional, yakni memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat sebesar-besarnya.
Terkait RKSW, menurut General Manager Legal and External Affair Arutmin Ezra Sibarani membenarkan bahwa luasan wilayah bagi masing-masing PKP2B telah ditampung dalam kontrak amandemen yang disetujui beberapa tahun lalu. Dalam amandemen sebelumnya pemerintah menyetujui tidak ada penciutan, yang artinya bagi Arutmin luas wilayah pengusahaan tetap di angka 57.000 ha.