.jpeg)
Terkait tindak lanjut pembahasan Peraturan Pemerintah dan Perpres turunan dari Rancangan UU Cipta Kerja dan Penanganan Limbah Industri, Kementerian Koordinator Perekonomian bidang Perindustrian dan kembali meminta pelaku usaha untuk mendiskusikan pemanfaatan Fly ash Bottom Ash (FABA). Digelar di Kemenko Perekonomian Kamis (12/3) mengusulkan masalah FABA yang selama ini menjadi kendala untuk industri diselesaikan melalui beberapa cara. Salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan penyederhanaan aturan dari klasifikasi hingga pengelolaan FABA.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Atong Soekirman selaku Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, meminta masukan dalam 3 bulan kedepan terkait analisa FABA. Dalam rapat yang juga dihadiri dari perwakilan Kementerian Perindustrian, PLN, pupuk hingga peneliti dari IPB mengutarakan kesulitan kesulitan pengelolaan FABA selama ini.
Tak dipungkiri, usulan untuk mencabut kriteria FABA sebagai limbah B3 menjadi usulan dari pelaku usaha yang berbeda bahkan peneliti. Hal ini dikarenakan dengan usulan pencabutan kriteria FABA sebagai limbah B3 akan berpengaruh pada kemudahan pengelolaan FABA itu sendiri.
Dari pengalaman PLN sendiri misalnya, mengakui pernah mendapat izin untuk pengecualian FABA. Namun pada prakteknya justru lebih sulit karena tidak mudah.
Kementerian Perindustrian yang diwakili Fridy Juwono dari selaku Direktur Kimia Hulu, Edy Sutopo selaku Direktur hasil hutan dan perkebunan sendiri juga berpendapat perlunya delisting terkait FABA yang masuk dalam kategori limbah B3. Upaya upaya selama ini termasuk kajian sudah banyak dipaparkan dan hasilnya FABA tidak masuk dalam hal-hal yang dikategorikan sebagai limbah B3. Adapun mengacu pada konvensi internasional sendiri tidak ada yang mewajibkan kategori FABA sebagai limbah B3.
30 negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) termasuk Amerika dan Jepang juga tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3.
Sementara APBI sendiri melakukan banyak langkah-langkah dalam upaya mengeluarkan FABA sebagai limbah B3, termasuk menyurati Presiden. Menjadi concern APBI agar FABA selayaknya dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan industri lain yang berguna, mulai dari bahan bangunan seperti paving block hingga untuk pupuk tanaman.
Sejak diberlakukan 6 tahun lalu berbagai masukan dari industri terkait FABA ini belum menemukan hasil. Padahal dalam proses perizinan mulai dari pengangkutan, penyimpanan hingga pemanfaatannya masih memakan waktu yang lama dengan alur proses perizinan yang cukup panjang.
Flyash yang Justru Banyak Manfaat
Dalam kesempatan terkait ulasan FABA yang masuk dalam limbah B3 juga hadir peneliti dari Institut Pertanian Bogor. Prof Mekka dan Prof Eriza, memperlihatkan hasil uji terhadap Fly ash sebagai bahan ameliorant atau bahan untuk perbaikan struktur tanah. Hasil-hasil penelitian menunjukkan fly ash batubara dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah yang dapat memperbaiki karakteristik fisika, kimia dan biologi tanah tanah terdegradasi dan sebagai sumber hara makro dan mikro tanaman. Secara umum, abu terbang batubara merupakan material kompleks yang mengandung mineral ferro-aluminosilikat dan kaya akan hara Ca, K, dan Na. Pencampuran abu terbang batubara dan pupuk organik akan dapat meningkatkan kualitasnya untuk memperbaiki karakteristik kimia tanah.
Flyash memiliki pH: 11.5-11,7. Hasil uji Fly ash juga berada dibawah Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Uji kinerja amelioran dari fly ash jauh lebih baik. Ini terbukti dari uji coba tanaman termasuk tebu. Dengan pemanfaatan tersebut seharusnya jauh lebih berguna fly ash ini.
Saat ini SNI untuk pemanfaatan fly ash sebagai pupuk makro, mikro dan ameliorant belum ada. SNI untuk FABA baru mencakup 4 kategori.