.jpeg)
Harga batu bara termal kontrak berjangka Newcastle (6.000 Kcal/Kg) makin anjlok. Kejatuhan harga batu bara dipicu oleh berbagai sentimen negatif yang beredar di pasar beberapa waktu terakhir.
Harga batu bara ditutup ambles 1,38% ke level US$ 57/ton. Harga saat ini merupakan level yang terendah sejak 30 Juni 2016.
Setidaknya ada tiga kabar buruk yang membuat harga batu bara terkapar seperti sekarang ini. Kabar negatif pertama datang dari pasar batu bara seaborne Asia Pasifik yang masih lesu di tengah pandemi corona sekarang ini.
Kinerja impor batu bara di negara-negara konsumen batu bara terbesar di Asia hingga pertengahan April ini tak bisa diharapkan. Selama dua pekan bulan April berjalan, China mengimpor batu bara sebesar 8 juta ton. Padahal periode yang sama tahun lalu impor batu bara China mencapai 9,8 juta ton.
Untuk 2 bulan ke depan (April & Mei) kebutuhan batu bara China diramal akan lebih sedikit karena kondisi hidrologis yang mendukung pembangkit listrik tenaga airnya. Refinitiv mengestimasi volume penurunan kebutuhan batu bara mencapai 0,7 juta ton pada April dan 1,3 juta ton pada Mei.
Beralih ke Korea Selatan dan Jepang yang banyak membeli batu bara termal dari Australia, kinerja impornya pun ambles di dua pekan ini. Korsel dan kepang masing-masing mengimpor 2,3 dan 5,3 juta ton batu bara hingga pertengahan April ini.
Volume impor tersebut masih jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Pada dua pekan pertama April 2019, Korsel mengimpor batu bara termal sebesar 5,5 juta ton, sementara tetangganya Jepang mengimpor 7 juta ton.
Penanganan pandemi corona di berbagai negara dan kelebihan pasokan gas di kedua negara ini jadi sentimen yang memberatkan harga batu bara.
Sentimen negatif kedua datang dari salah satu bank terbesar di Jepang yakni Mizuho. Pada Rabu (15/4/2020) Mizuho mengirimi surat kepada investornya sebagai bentuk komitmen untuk mengurangi penyaluran kredit ke sektor pembangkit listrik tenaga batu bara .
Kreditor terbesar di sektor pembangunan pembangkit listrik bertenaga batu bara itu akan menyetop penyaluran kredit untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru.
Lebih lanjut, Mizuho juga akan memangkas saldo kredit untuk sektor pembangkit listrik bertenaga batu bara sebesar 300 miliar yen menjadi setengahnya mulai Maret dan akan berhenti membiayai secara total pada 2050.
Keputusan tersebut diambil Mizuho setelah mendapat tekanan dari investornya dari Eropa dan jaringan pemerhati lingkungan Kiko Network.
"Perubahan iklim merupakan isu global yang sangat penting dan dapat mempengaruhi stabilitas pasar keuangan. Merespons perubahan iklim dan lingkungan merupakan bagian kunci dari strategi bisnis kami" kata Mizuho, sebagaimana diwartakan Reuters.
Hal ini tentu bukan kabar yang baik untuk komoditas batu bara mengingat ada risiko dari sisi permintaan batu bara akibat tekanan untuk beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan.
Sentimen negatif terakhir berasal dari dampak ekonomi pandemi corona. Baru-baru ini Dana Moneter Internasional (IMF) merilis kajiannya yang membahas tentang prospek ekonomi global tahun ini.
IMF mengatakan pandemi corona adalah sebuah fenomena 'Great Lockdown' yang memicu terjadinya resesi global. Dalam laporannya itu, IMF mengungkap suramnya gambaran perekonomian dunia tahun ini.
Organisasi yang berbasis di Washington itu memperkirakan ekonomi global akan terkontraksi 3% pada 2020.
"Kemungkinan besar tahun ini, ekonomi global akan mengalami resesi yang hebat sejak Great Depression, melampaui krisis keuangan global satu dekade lalu" kata Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, melansir CNBC International.
Pandemi corona telah mengakibatkan disrupsi rantai pasok global sekaligus menekan permintaan. Akibatnya, harga-harga komoditas berguguran. Harga batu bara yang sebelumnya cenderung stabil akhirnya nyungsep juga.