Pertemuan Reguler APBI dan Bank Indonesia

Departemen Kebijakan Makro Prudential Bank Indonesia (BI) mengundang APBI untuk pertemuan internal virtual membahas update perkembangan sektor industri pertambangan batubara di tengah Pandemi COVID-19. Acara yang diadakan pada hari Senin 27 April 2020 diikuti oleh sekitar 20 orang peserta dari pihak BI, yang berasal dari beberapa departmen berbeda serta perwakilan BI di Kaltim, Kalsel, dan Sumatera yang berkepentingan terhadap perkembangan sektor industri batubara. Bagi BI, pertemuan tersebut bertujuan untuk mendapat gambaran sebagai bahan menyusun rekomendasi kebijakan yang akan dibahas di level pimpinan BI.  Sebagaimana diketahui pihak BI akan mengumumkan data pertumbuhan (GDP) kuartal-1 2020 termasuk pertumbuhan di setiap provinsi di awal Mei setelah mendapatkan data-data resmi dari Biro Pusat Statistik (BPS). APBI selama ini erat berkoordinasi dengan pihak BI menyampaikan data dan informasi terkait dengan sektor pertambangan batubara yang diperlukan.

Sebagai pembuka dari acara tersebut pihak BI menyampaikan outlook perekonomian nasional di 2020 yang terkoreksi akibat penyebaran COVID-19. Hingga saat ini pertumbuhan di 2020 masih diprediksi dapat menuju 2,3% namun skenario terburuk pertumbuhan bisa akan terkontraksi minus jika Pandemi ini berkepanjangan. Perekonomian diharapkan mulai bertumbuh di awal kuartal-III seiring dengan prediksi menurunnya kurva pertumbuhan korban terinfeksi virus corona. Di sisi lain APBI menyampaikan gambaran umum bahwa sejauh ini sektor industri pertambangan batubara masih beroperasi normal. Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan melaksanakan protokol kerja ketat untuk menghindari penyebaran wabah virus corona di lingkungan kerja. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan beberapa surat edaran terkait panduan langkah-langkah penangangan penyebaran virus corona di sektor pertambangan minerba.

Dari sisi demand, di kuartal-1 masih cukup baik termasuk di Tiongkok meski di negara tersebut diberlakukan kebijakan lockdown di Feb dan Maret yang mengakibatkan hampir seluruh perusahaan pertambangan batubara menghentikan atau mengurangi produksinya. Demand dari Tiongkok di kuartal-1 masih cukup baik, namun industri khawatir demand di kuartal-2 akan terkoreksi secara tajam. Hal itu terefleksi dari jatuhnya indeks-indeks harga batubara termasuk indeks Newcastle and Global Coal yang saat ini di level $ 50an. Tiongkok kemungkinan besar akan mengurangi impor di kuartal-2 akibat pasokan batubara domestik mereka sudah mulai pulih serta stockpile mereka yang masih cukup banyak dalam kondisi pasar yang masih oversupply.

Sementara demand dari India juga diperkirakan akan berkurang di kuartal-2 meski kebijakan lockdown akan segera dihentikan. Namun butuh waktu bagi industri lokal di India untuk bisa beroperasi normal setelah penerapan lockdown secara nasional sejak akhir Maret 2020 yang lalu. Sedangkan permintaan dari Korea telah diprediksi akan berkurang dikarenakan kebijakan pemerintah setempat yang mengurangi porsi batubara dalam kelistrikan nasional mereka serta persaingan dari bahan bakar gas. Sementara Taiwan dan Jepang, demand kedepan akan berkurang tetapi tidak signifikan.

Dari sisi pasokan, produksi batubara di tanah air masih cukup kuat. Namun hal itu akan menekan harga karena kondisi pasar yang oversupply. Hingga saat ini belum ada informasi mengenai pengurangan produksi dari anggota APBI khususnya perusahaan-perusahaan besar namun kondisi perusahaan-perusahaan skala kecil IUP di daerah sangat mengkhawatirkan apalagi dengan kondisi harga yang masih akan turun.

Related Regular News: