Global Coal Supply and Demand Amid Covid-19 Pandemic Webinar by DMC X IHS Markit

Djakarta Mining Club (DMC) kembali berkolaborasi dengan IHS Markit dalam menggelar Webinar terkait situasi pasar global dan harga batubara (Kamis, 14/05). Webinar ini diikuti oleh kurang lebih 300 peserta yang terdiri dari produsen, kontraktor, dan analis dari sektor pertambangan.

Dalam beberapa paparan yang dijabarkan, dampak pandemi di Southeast Asia lebih jelas terasa di negara-negara yang memiliki orientasi ekspor tinggi dan yang mempunyai permintaan daya/listrik industri yang besar.

Seperti yang terjadi di Malaysia, permintaan telah turun secara signifikan, kurang lebih sejak diberlakukannya lockdown, hal ini berakibat terjadinya gangguan pasokan batubara dan bahkan gas terhitung dari 18 Maret 2020 sampai dengan hari ini.

Di Filipina, Meralco (Manila Electric Co.) sudah meminta ketentuan force majeure dalam pengumuman publiknya selama masa lockdown berlangsung, hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya untuk kapasitas pembangkit yang tidak dikonsumsi.

Philipina dan Malaysia diprediksikan akan mengalami penurunan permintaan listrik sebesar 3 - 4% YoY dibandingkan dengan di tahun 2019. 

Menurut penjelasan Lee Joo Yew selaku Principal Research Analyst, Power IHS Makit, ada 3 pendorong utama yang memengaruhi dinamika prediksi selama masa pandemi ini antara lain pangsa permintaan daya untuk industri - di mana semakin besar bagiannya akan semakin besar pengaruhnya, orientasi ekspor ekonomi, dan durasi serta ketatnya lockdown diterapkan.

Dalam kesempatan ini, Scott Dendy selaku Dir. Eksekutif dari IHS Markit, Energy and Natural Resources membahas harga batubara yang kerap menurun dikarenakan situasi pandemi, khususnya untuk yang berjenis 4200 GAR (M42) dan 4700 GAR (M50).

Pada dasarnya harga batubara M42 telah mengalami penurunan secara umum semenjak Januari 2018, dari $50/t sampai $24.03/t per 8 May 2020. Namun karena pandemi, angka saat ini menunjukan yang terendah semenjak Februari 2016, dimana saat itu berada dikisaran $25.95/t.

Khususnya di Indonesia, batubara telah menjadi komoditas yang semakin banyak digunakan dan ini telah meningkatkan volatilitas dan risiko. Selama 7 tahun terakhir, harga batubara tahunan telah turun selama 5 kali dan hanya naik dua kali untuk M50 & M42. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa profil risiko yang dihasilkan oleh batubara seringkali bertentangan dengan standar manusia yang lebih memiliki prospek optimisme.

Related Regular News: