UU Minerba baru juga mendorong tata kelola pertambangan yang baik

UU Minerba baru juga mendorong tata kelola pertambangan yang baik

APBI menepis tudingan dari beberapa koalisi masyarakat sipil yang mengkritisi undang-undang minerba yang baru sangat berpihak kepada pelaku usaha. Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Auriga Nusantara Kamis 14 Mei 2020, Hendra Sinadia Direktur Eksekutif APBI yang diundang jadi salah satu narasumber, menyebutkan bahwa UU Minerba yang baru cukup positif. UU tersebut tidak hanya memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian investasi bagi pelaku usaha tetapi juga mendorong tata kelola pertambangan yang lebih baik dengan menerapkan sanksi yang ketat bagi pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban keuangan dan pajak ke negara atau kewajiban melakukan reklamasi pascatambang. Selain itu negara juga akan mendapatkan kontribusi kewajiban perpajakan yang lebih tinggi dari pemegang KK/PKP2B yang kontrak/perjanjiannya berakhir dan dikonversi menjadi IUPK OP.

Dalam acara webinar Ngopini Tambang & Energi dengan topik “Legislasi Pertambangan Batubara – Berkaca Pada Realitas Pertambangan Saat ini” hadir juga Joko Triharyanto peneliti dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Yogi Setya Permana peneliti dari LIPI dan Dedy Sukmara Direktur Informasi dan Data dari Auriga Nusantara. Acara yang menurut info diikuti lebih dari 180 orang dari berbagai kalangan termasuk mahasiswa dan media tersebut, APBI menegaskan apresiasi atas disahkannya UU minerba yang baru karena akan memberikan kepastian investasi. Hendra menyebutkan pada dasarnya KK/PKP2B telah menjamin pemegang kontrak/perjanjian untuk mendapatkan hak perpanjangan dari pemerintah. Oleh karena itu UU No. 4 Tahun 2009 di Pasal 169 juga pada prinsipnya kontrak/perjanjian tetap dihormati hingga masa berakhirnya yang mana perpanjangan kontrak/perjanjian 2x10 masih merupakan bagian dari KK/PKP2B. Selain itu pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 77 Tahun 2014 yang menjamin konversi KK/PKP2B menjadi IUPK OP.

Selain adanya kepastian hukum dan investasi, UU ini juga sangat memperhatikan aspek lingkungan hidup dan sanksi. UU yang baru cukup ketat mengatur kewajiban pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang. UU yang baru juga menitikberatkan penegakan hukum dengan penerapan sanksi yang lebih berat bagi perusahaan yang melalaikan kewajibannya atau sanksi tegas bagi penambangan tanpa izin. Selain itu pelimpahan kewenangan ke pemerintah pusat juga diharapkan agar pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara lebih bijak dengan memperhatikan aspek konservasi serta penataan lingkungan. Hal ini menurut APBI penting artinya karena tidak terkendalinya penerbitan izin selama ini dimana menurut kordinasi supervisi minerba KPK ada lebih dari 10.000 izin pertambangan yang diterbitkan oleh daerah yang mana lebih dari separuhnya terbukti tidak memenuhi syarat clear & clean (CnC).

Dalam diskusi itu, pihak Auriga Nusantara menyampaikan hasil temuan mereka mengenai potensi pelanggaran lingkungan perusahaan PKP2B/IUP atas banyaknya lobang-lobang tambang (void) di beberapa wilayah. Selain itu, melalui pemantauan dengan citra satelit, Auriga menemukan puluhan ribu hektar lahan yang belum direklamasi oleh pelaku usaha. Atas temuan tersebut, Hendra menyampaikan bahwa dalam sektor pertambangan aturan kewajiban pengelolaan lingkungan dan reklamasi sangat ketat. Sehingga Hendra meragukan jika para anggota APBI baik IUP maupun PKP2B yang lalai melaksanakan kewajiban reklamasi seperti yang dituduhkan. Tentu dalam kasus adanya void-void, tidak semuanya bisa direklamasi dikembalikan seperti semula. Namun void digunakan untuk peruntukan lain seperti antara lain sumber air, embung, atau untuk kepentingan perikanan masyarakat yang sudah mendapat persetujuan dari pemerintah. APBI meminta jika temuan itu bisa disampaikan ke APBI agar bisa disampaikan ke para anggota.

---000---

Related Regular News: