Akibat Pandemi, Australia Resesi dan Harga Batubara Anjlok

Sumber : https://investor.id/market-and-corporate/akibat-pandemi-australia-resesi-dan-harga-batubara-anjlok

 

Data terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Australia saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan setelah indeks Gross Domestic Product (GDP) mengalami penurunan sebanyak 7% dalam 3 bulan terakhir dan menjadi penurunan terbesar sejak tahun 1959 yang lalu.

Pilarmas Sekuritas menjelaskan gelaran Lockdown yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintah Australia masih memberikan efek yang negatif pada perekonomian, hal ini juga diperparah dengan peningkatan kasus yang terjadi di wilayah Victoria dan ditetapkan sebagai wilayah berstatus Lockdown. Kondisi tersebut dikhawatirkan meningkatkan potensi tingkat pengangguran nasional menjadi 10% pada akhir tahun ini. Kendati demikian untuk menjaga agar perekonomian tidak turun lebih dalam lagi, Gubernur Bank Sentral Australia, Philip Lowe mengatakan akan memperluas fasilitas pinjamannya kepada bank hingga AU$200 miliar atau US$147 miliar untuk menjaga tingkat suku bunga agar tetap rendah bagi para peminjam dan menjaga aliran kredit.

Untuk diketahui data pertumbuhan ekonomi Australia yang dirilis belum lama ini menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga memberikan kontribusi sekitar 56% dari perekonomian yang dimana mengalami penurunan sebanyak 12.1% selain itu pengeluaran pemerintah naik 2.9% serta tingkat tabungan juga mengalami peningkatan menjadi 19.8% yang dimana hal tersebut merupakan yang tertinggi sejak 1974.

Dengan diperluasnya fasilitas pinjaman, bank akan memiliki akses untuk masuk ke dalam pendanaan dengan setara 2% dari kredit utang mereka, dengan mendapatkan suku bunga tetap sebesar 25 bps selama 3 tahun. Selain itu pemerintah Australia memiliki program Job Keeper yang membuat para pekerja dapat tetap bertahan hingga mengalami perbaikan.

Pilarmas Sekuritas menilai hal ini sebagai salah satu strategi dari pemerintah Australia untuk menjaga tingkat penganggurannya agar tidak mengalami lonjakan yang tinggi. Kontraksi perekonomian dalam sektor jasa juga menunjukkan layanan transportasi termasuk penerbangan mengalami penurunan hingga 85.9%. Untuk bisnis hotel, cafe, dan restauran turun hingga 56.1%.

“Namun kabar positif datang dari stimulus dari Tiongkok yang menjaga optimisme perekonomian di Australia yang dimana dapat mendorong permintaan komoditas di Australia untuk dapat mengalami peningkatan,” papar Pilarmas. Sementara itu dari dalam negeri harga batu bara semakin tertekan seiring dengan Oversupply yang terjadi di pasaran akibat para negara produsen batubara mengalami penurunan permintaan yang signifikan akibat pandemi seperti Rusia, Indonesia dan Australia.

Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terungkap bahwa produksi batubara nasional hingga akhir Juli 2020 mencapai 323 juta ton atau mencapai 59% dari rencana produksi tahun ini yang ditargetkan sebesar 550 juta ton Secara rinci IHS Markit memproyeksikan penurunan permintaan batubara global dapat mencapai angka 100 juta ton. Hingga saat ini penurunan permintaan paling besar datang dari negara pengimpor batu bara terbesar seperti India dan Tiongkok.

Adapun di awal bulan September harga batubara ditetapkan sebesar US$49,42 per ton atau turun tipis sebesar US$0,92 per ton dari harga acuan bulan sebelumnya US$50,34 per ton. “Dengan adanya hal tersebut dikhawatirkan dapat menekan kinerja emiten yang bergerak sebagai produsen batubara, tak sejalan dengan harapan perbaikan kinerja ekspor yang dapat berkontribusi pada neraca perdagangan di semester II. Berdasarkan data saat ini nilai ekspor batu bara sepanjang semester I turun 10% secara tahunan,” pungkas Pilarmas.

Related Regular News: