
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/wacana-evaluasi-harga-dmo-batubara-mengemuka-begini-komentar-imef
Domestic Market Obligation (DMO) batubara kembali menjadi perbincangan setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali membuka opsi untuk mengevaluasi ketentuan patokan harga batubara US$ 70 per ton. Usulan penyesuaian harga patokan DMO batubara untuk sektor kelistrikan pun kembali mengemuka.
Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengungkapkan, komitmen perusahaan tambang atas kewajiban DMO sejatinya sudah menjadi amanah Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba), dan sejak lama telah diturunkan menjadi beberapa peraturan.
Antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2010, PP No.23/2014, PP No.96/2021, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.7/2021 dan terakhir Permen 139.K/HK.02/MEM.B/2021. Oleh sebab itu, persoalan evaluasi patokan harga DMO batubara untuk sektor kelistrikan ini bukan diletakkan pada level harga yang ideal atau tidak ideal.
Hal terpenting, keputusan yang diambil pemerintah harus berdasar alasan yang rasional dengan mempertimbangkan berbagai hal.
"Namun kalau toh tetap harus diputuskan mengingat alasan tingginya disparitas harga, target pendapatan negara, kondisi tata niaga hulu dan hilir, tetap harus mempertimbangkan perhitungan pendekatan kuantitatif pengaruhnya terhadap APBN maupun bisnis pertambangan batubara menyeluruh," ujar Singgih saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (25/12).
Jika pemerintah mengambil keputusan untuk menaikkan harga DMO apalagi terkait kelistrikan umum, Singgih menekankan bahwa harus dipertimbangkan berbagai hal terkait subsidi, dana kompensasi yang masih diberlakukan, serta dampak terhadap Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik.
Selain itu, juga harus mempertimbangkan pengaruh tarif listrik di tengah kondisi pandemi yang belum berakhir, baik harga untuk masyarakat maupun harga listrik bagi kepentingan industri dalam konteks kepentingan kompetisi ekspor.
"Saya yakin, pemerintah, khususnya Kementerian ESDM akan mengkaji berbagai hal terkait dengan harga DMO secara komprehensif dan detail terhadap berbagai dampak yang terjadi, baik bagi keuangan Pemerintah, APBN, PLN dan juga pengusaha tambang batubara," ujar Singgih.
Lebih lanjut, Singgih menekankan bahwa pada dasarnya memecahkan persoalan tata kelola DMO bukan sebatas pada masalah harga.
Lebih dari itu, diperlukan perbaikan tata niaga secara luas baik dari sisi hulu (kapasitas produksi tambang, kualitas batubara, kapasitas pelabuhan muat, dan kecepatan muat) juga sisi hilir (pelabuhan bongkar, kecepatan bongkar, kapasitas coal stockpile). Selain juga terkait dengan kontrak dan lokasi geografis berbagai lokasi tambang. "Mengingat DMO menjadi kewajiban seluruh tambang, pada dasarnya bukan hal yang mudah untuk memaksakan DMO tanpa ada langkah lain yg harus dilakukan Pemerintah. Dari sisi kebijakan, ketegasan Pemerintah telah tepat dengan melakukan langkah melalui larangan ekspor, denda dan dana kompensasi," ungkapnya.