RDPU KOMISI VI DPR-RI DENGAN APBI-ICMA

Komisi VI DPR-RI dalam rangka pendalaman informasi terkait permasalahan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Komisi VI DPR RI mengundang Ketua Umum APBI-ICMA dalam agenda Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) tanggal 19 Januari 2022. Rapat yang bersifat terbuka tersebut, dipimpin oleh Aria Bima, Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai PDI-P dan dihadiri secara fisik oleh lebih dari 10 org anggota Komisi VI, seperti antara lain Nusron Wahid (F-PG), Andre Rosadi (F-Partai Gerindra). Sedangkan wakil dari APBI adalah Haryanto Damanik (Sekjen), Anton (Ketua Komite Marketing & Logistik), Hendra Sinadia (Direktur Eksekutif), Gita Mahyarani (Deputi Direktur Eksekutif), dan tim dari sekretariat.

Maksud dan tujuan dari RDPU tersebut  agar pihak Komisi VI mendapatkan masukan secara komprehensif dan rekomendasi strategi terkait tata kelola/niaga industri batubara nasional yang baik, transparan dan profesional dalam rangka mencegah terjadinya kritis pemenuhan pasokan batubara dalam negeri. Sebagaimana diketahui, mitra kerja dari Komisi VI DPR-RI adalah Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi. Oleh karena itu masukan dari APBI akan bermanfaat bagi Komisi VI dalam melakukan fungsi pengawasan ke para mitra kerja terkait dengan kendala pasokan batubara ke PLN, dampak terhadap kinerja ekspor serta potensi dampak terhadap iklim investasi.

Dalam paparan ke Komisi VI, APBI menyampaikan komitmen para anggota dalam mematuhi kewajiban DMO seusai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan beberapa anggota APBI pelaksanaan DMO nya melebihi Batasan yang ditetapkan Pemerintah. Para anggota APBI turut mendukung pemenuhan kelangkaan pasokan batubara merespon keluhan dari PLN yang memicu Pemerintah menerbitkan keputusan larangan ekspor yang berlaku per 1 Januari 2022.

APBI juga memaparkan hambatan yang dialami oleh perusahaan dalam memenuhi DMO. Adanya disparitas harga untuk kelistrikan dengan harga pasar, disaat terjadi lonjakan harga komoditas yang signifikan, menjadi tantangan dalam kelancaran pasokan ke PLN. Meskipun demikian APBI menegaskan, tidak sedikit perusahaan yang tetap berkomitmen memasok ke PLN meskipun disparitas harga sangat lebar.

Hambatan lainnya adalah serapan (permintaan) dari PLN yang sangat terbatas, sementara dari sisi pasokan jauh melebihi permintaan. Dari 613 juta ton batubara yang diproduksi di 2021, terdapat sekitar 240 juta ton (menurut data Kementerian ESDM) batubara yang kualitasnya (kalori GAR, moisture, ash, sulfur content) yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh PLN/IPP. Namun serapan (demand) dari PLN/IPP hanya sekitar 110-120 juta ton. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah dalam menyusun skema kebijakan DMO yang tidak merugikan penambang dan juga PLN serta masyarakat dapat menikmati harga listrik yang terjangkau.

Beberapa isu yang ingin didalami oleh Komisi VI melalui RDPU dengan APBI, antara lain:

  • Beberapa prosentase (%) besaran DMO yang memadai? Faktor-faktor penting terkait dengan penetapan besaran prosentase?
  • Bagaimana peran dan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh asosiasi terhadap para anggota dalam melaksanakan kewajiban DMO?
  • Bagaimana bentuk pengawasan yang efektif yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah?
  • Bagaimana rekomendasi APBI terhadap PLN/IPP terkait perencanaan dan implementasi kontrak pengadaan batubara sehingga pasokan batubara dapat terjamin baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang untuk mencegah terjadinya krisis energi di Indonesia?

Rekomendasi untuk perbaikan tata kelola DMO yang APBI sampaikan antara lain:

  • Disparitas harga jual batubara ke PLN perlu dikaji lebih lanjut.
  • Perlu mekanisme pemantauan (monitoring) pemenuhan DMO secara berkala (setiap triwulan);
  • Besaran persentase DMO perlu disesuaikan dengan kebutuhan domestik yang riil/akurat;
  • DMO untuk perusahaan yang melebihi kewajibannya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang masih kurang belum memenuhi kewajibannya (secara cluster/group) tanpa ada biaya transfer;
  • PLN perlu lebih fleksibel untuk mengambil batubara diluar kualitas yg dibutuhkan (off-spec) saat ini, dengan cara blending atau co-firing. PLN perlu segera merealisasikan fasilitas blending;
  • Perhitungan kebutuhan batubara dibuat secara akurat, tepat dengan memperhatikan safety stock, memenuhi komitmen seperti yang tertuang dalam kontrak (volume dan tata waktu pengiriman).

Pihak Komisi VI mengapresiasi kontribusi masukan APBI untuk perbaikan tata kelola pasokan batubara ke PLN. Masukan-masukan tersebut akan menjadi pertimbangan dari Komisi VI dalam melakukan rapat kerja dengan para mitranya untuk mencari skema solusi yang terbaik bagi kelancaran pasokan batubara dalam negeri untuk kelistrikan.

Related Regular News: