CATATAN DARI WEBINAR TRANSISI ENERGI DALAM RANGKAIAN PRESIDENSI G20 INDONESIA

Transisi energi menjadi salah satu topik utama dalam Presidensi G20 Indonesia. APBI diundang berpartisipasi dalam acara webinar Transisi Energi yang diselenggarakan oleh Science-20 bekerjasama dengan Energy Transition Working Group melalui Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Universitas Indonesia (UI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Asian Development Bank (ADB), Kementerian ESDM. Acara webinar yang diselenggarkan pada 17 Februari 2022 tersebut bertujuan untuk memastikan ekosistem transisi energi yang optimal serta mensukseskan inisiatif konkrit G20 melalui penyelenggaraan rangkaian webinar nasional.

Acara dibuka antara lain dengan sambutan dari Ketua AIPI Prof. Satryo Brojonegoro, Rektor UI Prof. Arie Kuncoro, Kepala BRIN Dr. Laksana Tri Handoko serta sambutan pengantar dari Bambang Susantono Vice President ADB. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan kunci di acara tersebut. Sementara Menteri ESDM diwakili oleh Sekjen ESDM Igo Syahrial.

Webinar di bagi 3 sesi, yaitu pembahasan aspek teknologi, finansial, dan sosial-budaya. APBI yang diwakili oleh Hendra Sinadia, ikut sebagai panelis di sesi finansial bersama dengan Satya Yudha (Dewan Energi Nasional), Prof. Djoni Hartono (Universitas Indonesia), dan Dadan Kusdiana (Dirjen Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM).

Dalam acara tersebut, APBI menyampaikan pandangan mengenai kesiapan industri pertambangan di era transisi energi. APBI menegaskan kembali peran Komoditas batubara masih menjadi sumber energi primer termurah dan kontributor penting bagi penerimaan negara. Prospek permintaan pasar ekspor masih cukup kuat serta peningkatan permintaan domestik dalam mendukung ketahananan energi serta industrialisasi. Meskipun cadangan batubara nasional serta prospek permintaan masih relatif bagus namun untuk jangka menengah dan panjang tantangan yang dihadapi adalah transisi energi menuju energi yang lebih bersih.

Prioritas dari  industri pertambangan di era perubahan iklim adalah fokus pada upaya memaksimalkan pengurangan emisi karbon, antara lain melalui (1) percepatan reklamasi/rehabilitasi; (2) peningkatan efisiensi dalam seluruh rantai pasok kegiatan penambangan; (3) peningkatan nilai tambah batubara; dan (4) peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan.

Upaya prioritas poin 1 terkait reklamasi/rehabilitasi sejauh ini berjalan relatif bagus dimana perkembangan reklamasi dan rehabilitasi khususnya bagi perusahaan yang punya track record pengelolaan lingkungan yang baik. Peningkatan efisiensi juga semakin membaik termasuk penggunaan biofuel serta efisiensi yang ditopang penggunaan teknologi informasi. Dukungan dari pemerintah atas digitilisasi di sektor pertambangan juga berperan penting.

Tantangan yang dihadapi adalah menghadapi era transisisi energi khususnya di poin 3 & 4 adalah aspek keekonomian mengingat teknologi yang belum kita kuasai. Untuk mendapatkan teknologi membutuhkan biaya investasi yang besar sementara akses pendanaan semakin sulit. Sejak 2015 semakin banyak lembaga keuangan yang mengurangi/meninggalkan pendanaan untuk investasi proyek berbasis batubara. 

Tantangan lain yang dihadapi dalam berinvestasi adalah semakin meningkatnya biaya operasional. Kenaikan komponen biaya terutama karena semua tambang dengan cadangan besar usianya tua (marginal) sehingga biaya produksi semakin mahal. Selain itu kenaikan komponen biaya lainnya termasuk harga bahan bakar serta kenaikan kewajiban perpajakan (PPN PPh, PBB) serta akan diterapkannya pajak karbon juga berpengaruh. Apalagi kedepan pemerintah akan menaikkan tarif royalti bagi perusahaan pertambangan batubara pemegang IUPK OP dan IUP. Oleh karena itu, faktor penting agar perusahaan dapat survive di era transisi adalah perlunya dukungan penuh dari sisi kebijakan melalui insentif fiskal dan non-fiskal. 

Related Regular News: