PELUNCURAN LAPORAN DAN DISKUSI OLEH IESR

Pemerintah Indonesia telah menandatangani Pernyataan Transisi Batubara Global ke Energi Bersih selama pada Conference of Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia. Pernyataan tersebut berisikan tentang di mana Pemerintah akan mempertimbangkan percepatan penghapusan batubara pada rentang waktu di tahun 2040 dengan pembiayaan dan bantuan teknis dari negara lain. Arifin tasrif selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun mengambil aksi cepat untuk kemungkinan penghentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara secara bertahap pada rentang waktu di tahun 2030 dengan energi terbarukan. Sesuai dengan tujuan Perjanjian Paris, penghapusan PLTU batubara secara bertahap dapat membantu percepatan tercapainya Indonesia Net Zero Emission (NZE).

Berdasarkan hal tersebut, Institure for Essential Services Reform (IESR) mengadakan sebuah acara peluncuran studi dan diskusi dengan judul “Rencana Pensiun dan Pembiayaan Kebutuhan untuk Percepatan dan Pemberhentian PLTU Batubara Berkeadilan di Indonesia” pada Rabu (3/8).

Agenda ini menghadirkan narasumber dari berbagai bidang, mulai dari Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, perwakilan Pemerintah Indonesia yaitu Andriah Feby Misna dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Sinthya Roesly selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT. PLN Persero, dan perwakilan akademisi yaitu Dr. Ryna Yiyun Cui selaku Assistant Research Professor University of Maryland.

Direktur Aneka EBTKE, Andriah Feby Misna menyatakan terkait perencanaan pelaksanaan pensiun pada PLTU batubara juga sudah menjadi perhatian khusus oleh Pemerintah dalam rangka upaya Indonesia menuju transisi energi NZE di tahun 2060. Pemerintah membutuhkan waktu untuk melakukan kajian yang lebih mendalam terkait pelaksanaan pensiun PLTU batubara secara bertahap, dengan perencanaan pada pemberhentian PLTU milik PLN di tahun 2056 dan PLTU di luar PLN pada tahun 2050. Selain itu, manfaat yang diperoleh juga cukup besar, antara lain meningkatkan fungsi masyarakat juga tentunya perbaikan lingkungan. Harapannya dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibantu investasi dari pihak swasta juga luar negeri dapat membantu pelaksanaan transisi energi di Indonesia.

Transisi batubara ke energi terbarukan akan berdampak luas kepada pemangku kepentingan, oleh karena itu elemen yang adil dalam penghentian batubara harus selalu disorot dan diakomodasi. Dampak langsungnya adalah para pekerja di PLTU, pemilik PLTU, dan rantai pasok yang mendukung operasional PLTU termasuk industri suplai bahan bakar. Di sisi lain, ada juga manfaat bagi para pemangku kepentingan.

Memahami investasi yang diperlukan untuk kapasitas pengganti dari energi terbarukan juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Pemerintah perlu memastikan proyek dan pembiayaan yang dibutuhkan akan membantu mengakomodasi transisi batubara ke energi terbarukan di negara ini, dengan skala investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis dan kapasitas pembangkit terbarukan, jenis kontrak terkait aset batubara yang diganti, risiko investasi yang terkait dengan investasi khusus ini, dan juga kelayakan proyek.

Related Regular News: