
Coaltrans Asia Conference 2022 kembali digelar di Nusa Dua Bali, setelah terakhir kalinya event batubara ini diselenggarakan dua tahun lalu. Selama pandemi, ajang yang menjadi pertemuan para pelaku usaha dan unsur pendukung industri batubara, hanya digelar secara daring. Tentunya, setelah dua tahun absen diselenggarakan fisik, Coaltrans Conference tahun ini menarik minat pengunjung. Ada lebih dari 1100 partispan yang hadir di Coaltrans Asia ini. Tentunya tahun inipun tema besar dari Coaltrans Asia mempunyai misi global dalam upaya pengurangan jejak karbon untuk mencapai net zero emission di tahun 2060 sesuai dengan hasil dari COP 26 di Glasgow-Scotland tahun 2021.
Staf Khusus Menteri Enenrgi dan Sumber Daya Mineral, Prof Irwandy Arif hadir sebagai pembicara kunci, mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif. Dalam penyampaiannya, Pemerintah telah menyusun peta jalan untuk pelaksanaan transisi energi Indonesia dengan berbagai strategi. Salah satu langkah yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu Indonesia berhasil mengembangkan pembangkit energi yang menggunakan energi terbarukan (solar, hidro, air, geothermal, yang juga termasuk hidrogen dan nuklir) dengan total daya 708 GW.
Peta jalan yang telah disusun oleh Pemerintah pun dirancang untuk 30 tahun kedepan dengan kapasitas yang akan terus bertambah pada 2030 diikuti dengan tidak adanya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Penggunaan PLTU batubara pun direncanakan akan berakhir pada 2058. Selain itu Pemerintah juga memiliki rencana untuk memensiunkan dini PLTU yang didukung oleh lembaga pembiayaan internasional.
Sementara itu, Septian Hario Seto selaku Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi yang juga merupakan pembicara kunci agenda ini menyampaikan terkait Transisi Energi. Ia menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan transisi, tidak hanya negara-negara maju yang bisa dan dapat memulai langkah tersebut, tetapi Indonesia juga bisa melaksanakan kegiatan tersebut. Seto meyakini apabila Indonesia memiliki rencana nyata yang terancang dengan baik, Indonesia bisa mencapai target transisi energi.
Dalam pelaksanaannya pun Indonesia juga sudah berupaya melakukan berbagai langkah untuk mengurangi emisi karbon. Salah satunya adalah kunjungan ke Jepang untuk melihat bagaimana penggunaan pembangkit listrik dengan menggunakan cara co-firing yang dicampurkan dengan blue ammonia sebesar 20%. Hal ini berkaitan dengan negara berkembang memerlukan arahan yang nyata juga signifikan, terutama dalam pendanaan dan teknologi. Dengan begitu kegiatan dekarbonisasi bagi negara-negara berkembang dapat berjalan beriringan dan cepat.
Transisi energi yang akan dilaksanakan oleh Indonesia terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari dekarbonisasi energi campuran seperti memensiunkan dini PLTU, CCUS dan co-firing pembangkit listrik energi fosil. Yang kedua yaitu peralihan dari bahan bakar fosil ke listrik. Pemerintah tidak akan mengorbankan ekonomi pertumbuhan untuk mengurangi emisi demi tercapainya transisi energi, oleh karena itu setiap penggantian PLTU perlu mempertimbangkan efisiensi biaya dan dampak penggantian beban dasar.
Di akhir paparannya, Seto mengatakan pelaksanaan transisi energi tidak membuat batubara menjadi ‘terlupakan’. Batubara akan tetap memegang peran penting dalam penyediaan energi dengan memperketat kontrol emisi karbon untuk memastikan pengurangan karbon. Saat ini dari data emisi kumulatif Amerika dan China merupak negara penyuimbang emisi terbesar di dunia. Amerika menyumbang sekitar 70 persen emisi, dimana emisi tersebut dihasilkan oleh energi fosil dan sisanya dari sektor FOLU (Forest and Other Land Uses). Sementara Indonesia sendiri berada di posisi 17 dunia dalam negara penyumbang emisi dunia.
Dengan demikian maka peran batubara di Indonesia masih mendominasi untuk kepentingan dalam negeri. Terkait dengan program BLU batubara pun akan direncanakan akan terlaksana pada Januari 2023, yang juga akan didorong dalam implementasinya agar dipercepat berkaitan dengan adanya disparitas antara HPB dan harga aktual pasar. Pemerintah pun terbuka dalam pelaksanaan diskusi untuk memecahkan masalah tersebut.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk., Arsal Ismail pun ikut serta berpartisipasi dalam agenda ini. Ia menyampaikan dalam opening remarksnya ia mengambil tema Sustainable Transformation Towards Energy Security & Circular Economy.
Sesuai dengan prinsip dari perusahaan tersebut yaitu Explore Natural Resources to Create Civilization, Prosperity and Brighter Future, Sustainable transformation in accordance. PTBA mengutamakan proses penambangan yang memiliki nilai ekonomi yang serta mengadaptasi transisi energi.
Di tengah maraknya isu geopolitik yang terjadi di dunia, PTBA mampu mengoptimalkan produksi batubara yang dihasilkannya. Dari total sumber daya yang dimiliki PTBA sebanyak 5,8 miliar ton, mereka menargetkan 3,05 miliar ton sebagai cadangan yang mereka punya. Bersamaan dengan hal tersebut, mereka juga menjalankan transisi energi yang diaplikasikan melalui banyak cara antara lain pengembanagn teknologi panel surya, transisi penggunaan batubara ke DME, dan tentunya kegiatan reklamasi juga rehabilitasi. Hal tersebut dilakukan oleh PTBA untuk mendukung program Net Zero Emission yang dicanangkan pemerintah .
APBI-ICMA yang selama ini selalu berpartisipasi sebagai co-host turut ambil bagian. Sekretaris Jenderal APBI-ICMA, Haryanto Damanik yang menggantikan Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir, menyampaikan pandangan APBI dalam menghadapi tantangan batubara ke depan termasuk permasalahan disparitas harga, sampai dengan menghadapi tantangan transisi energi.
Haryanto pun menyampaikan bahwa tidak dapat dipungkiri saat ini kepentingan akan batubara dunia juga sedang melonjak, bahkan beberapa negara di benua eropa kembali menghidupkan beberapa PLTU nya akibat penghentian import gas mereka dari Russia. Hal ini diakibatkan karena dampak invasi yang dilakukan Russia ke Ukraina.