Penggunaan energi fosil untuk mencukupi kebutuhan energi masyarakat tetap diperlukan dengan periode transisi menggunakan gas bumi sebelum pada akhirnya menggunakan energi terbarukan yang terbukti ramah lingkungan dioptimalkan hingga terwujud Net Zero Emission (NZE) sesuai target tahun 2060. Penggunaan energi fosil ini mempertimbangkan 3 faktor yakni ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan.
"Kementerian ESDM akan tetap menggunakan energi fosil sebagai sumber energi sementara, selama masa transisi menuju Net Zero Emission (NZE) di Indonesia. Kita tidak hanya membahas lingkungan, tapi kita juga perlu mempertimbangkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi Dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Mirza Mahendra dalam sambutan di acara Carbon Digital Conference (CDC) 2023 beberapa waktu lalu di Bali, Rabu (8/11).
Energi fosil seperti minyak dan gas bumi, batu bara dijadikan sebagai sumber energi disektor transportasi maupun sebagai bahan bakar pembangkit sementara sebelum tergantikan bahan bakar yang lebih ramah lingkunga."Gas bumi sebagai energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi dan batu bara, juga dapat dimanfaatkan sebagai energi transisi sebelum beralih 100% ke Energi Terbarukan di sektor transportasi dan juga pada pembangkit listrik," lanjut Mirza.
Mirza menjelaskan, secara umum transisi menuju emisi nol bersih memerlukan perubahan yang dapat dikategorikan ke dalam empat pilar yaitu peningkatan intensitas energi yang membantu mengurangi biaya transisi, dekarbonisasi pembangkit listrik untuk mengurangi emisi langsung di sektor ketenagalistrikan, peralihan ke bahan bakar rendah emisi pada penggunaan akhir dan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilization Storage/CCUS) yang mengurangi emisi dari industri yang emisinya sulit dikurangi.
Mewujudkan target net zero emisi memerlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, termasuk institusi dan lembaga termasuk dengan akademis dan kalangan industri terkait melalui kolaborasi yang kuat maka akan didapat mencapai dampak yang lebih besar dalam mengurangi emisi dan bergerak menuju net zero emission.
Read More
Sektor pertambangan batubara merupakan sektor yang paling terdampak di era transisi energi. Dalam proses transisi mengharuskan adanya “keadilan” sehingga disepakati transisi energi dilaksanakan dengan tetap mengedepankan unsur “keadilan” (just). Oleh karena itu World Bank bekerjasama dengan United Nations Office for Project Services (UNOPS) serta Energy Transition Partnership (ETP) menginisiasi sebuah platform yang diberi nama Just Coal Transition Platform (JCTP). Guna mempertemukan para stakeholders di wilayah Asia Tenggara maka World Bank, UNOPS dan ETP menggagas pertemuan para stakeholders JCTP di wilayah Asia Tenggara yang diadakan tanggal 9-10 November di kantor Bank Dunia di Singapura.
Acara pertemuan di Singapura tersebut melibatkan berbagai pihak dari unsur NGO, buruh, lembaga kajian, dan pelaku usaha. Sekitar 30 lebih peserta hadir dari Filipina, Vietnam, Thailand, dan Indonesia. APBI diundang sebagai salah satu stakeholders yang mewakili pihak pelaku usaha. Peserta lain dari Indonesia antara lain dari ICEL (Indonesian Center for Environmental Law), PWYP (Publish What You Pay), KSBI (Konfederasi Serikat Buruh Indonesia), IRID (Indonesia Research Institute for Decarbonization), dll.
Pembukaan program diisi oleh keynote dari pihak World Bank dan UNOPS. Kemudian program selama 2 hari yang terdiri dari 4 sesi plenary dan 2 sesi workshop. Di sesi plenary dibahas mengenai progress/update pelaksanaan just coal transition di negara-negara Asia Tenggara seperti di Filipina, Vietnam dan Indonesia. Salah satu sesi plenary adalah pembahasan mengenai Road Map for just transition from theory to practice, dimana beberapa orang expert termasuk dari beberapa universitas dari UK dan Jerman memberikan pandangan dari segi teori.
Dukungan platform JCT terhadap proses transisi yang berdampak terhadap sektor pertambangan batubara juga dibahas. Dalam hal dampak terhadap pekerja, APBI menyampaikan perlu pemetaan yang lebih komprehensif dari dampak transisi energi mengingat ekosistem industri pertambangan batubara sangat luas. Dampaknya tidak hanya di industri pertambangan batubara tetapi dari seluruh tahapan value chain termasuk yang berdampak terhadap sektor industri jasa usaha pertambangan. Selain itu, industri-industri pengguna batubara seperti industri semen, kertas, pupuk, tekstil, pengolahan/pemurnian (smelter) mineral dan berbagai industri lainnya juga akan terkena dampaknya.
Sehingga bukan hanya disisi pembangkit (power companies) seperti PLN dan IPP tetapi di industri non-kelistrikan yang selama ini masih mengandalkan batubara sebagai sumber energi termurah juga akan terdampak. Oleh karena itu JCT Platform diharapkan dapat memberikan solusi dukungan global terhadap terdampak termasuk industri pertambangan batubara agar slogan just coal transition bisa memenuhi rasa keadilan dari seluruh stakeholders.
Proses transisi akan berpengaruh terhadap penerimaan negara yang juga pada akhirnya berdampak terhadap penerimaan daerah. Berkurangnya pemanfaatan batubara akan berdampak terhadap perekonomian daerah yang selama ini masih sangat bergantung terhadap industri pertambangan batubara. Oleh karena itu JCT Platform diharapkan dapat mensinergikan dukungan global agar tepat sasaran ke pihak-pihak yang terdampak.
Pertemuan di Singapura ini merupakan pertemuan awal (kick-off) dari stakeholders di level regional. Selanjutnya JCTP akan menyusun program dimasing-masing negara yang kemudian disinergikan di tingkat regional. APBI sebagai pihak yang mewakili pelaku usaha akan terus melakukan koordinasi dengan pihak stakeholders JCT di level nasional dan regional. JCTP juga akan menyampaikan ke pemerintah policy recommendation terkait pelaksanaan just coal transition.
Read More
Kementerian ESDM telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 373.K/MB.01/MEM.B/2023 sebagai pedoman para pemegang izin usaha di bidang pertambangan untuk penyusunan dokumen Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) sebagai pengganti keputusan menteri ESDM Nomor 1806 Tahun 2018 Tentang Pedoman pelaksanaan penyusunan evaluasi persetujuan RKAB serta laporan pada kegiatan usaha Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Adapun dalam sambutan acara Bimtek Tata Cara Permohonan RKAB (1/11) sesuai Kepmen ESDM Nomor 373.K/MB.01/MEM.B/2023, Bambang Suswantono selaku Plt. Direktur Jenderal Minerba menyampaikan bahwa Keputusan Menteri ESDM ini adalah aturan turunan dari Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2023 yang baru dikeluarkan pada bulan September 2023. Tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian dan Persetujuan RKAB serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang pada pokoknya mengatur konsep penyusunan RKAB 3 tahunan.
Plt Dirjen Minerba juga menyampaikan bahwa sejatinya permohonan RKAB melalui aplikasi eRKAB bisa diselesaikan selama 30 hari kerja, namun akan lebih cepat apabila para pelaku usaha mengirimkan data data sesuai dan lengkap termasuk data data yang perlu dilampirkan. Perusahaan juga perlu memperhatikan waktu penyampaian dan memastikan untuk melakukan perbaikan, memastikan data sesuai hasil evaluasi dan bertanggung jawab penuh atas data data yang dilampirkan.
Dalam Kepmen No. 373 Tahun 2023 ini telah ditetapkan dua hal secara garis besar. Pertama adalah menetapkan pedoman pelaksanaan penyusunan, evaluasi, dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang terdiri atas format penyusunan RKAB, tata cara penyampaian, evaluasi, dan persetujuan RKAB. Kemudian yang kedua adalah format penyusunan RKAB baik pemegang IUP tahap eksplorasi dan IUP tahap operasi produksi.
Read More
Harga Komoditas: Batu Bara Melesat 5,9 Persen; CPO Turun 0,5 Persen
Kementerian ESDM: Tarif Listrik EBT Di Perpres 112/2022 Dapat Dievaluasi Tiap Tahun
Pertamina Patra Niaga Dorong Penurunan Emisi Karbon Pada COP 28 Dubai
Di COP28, Indonesia Tegaskan Komitmen Kurangi Emisi 358 Juta CO2 Di 2030
China's Coal Imports Up 21% In November On Price Advantage, Hydro Decline
Harga Komoditas: Batu Bara Melesat 5,9 Persen; CPO Turun 0,5 Persen
Kementerian ESDM: Tarif Listrik EBT Di Perpres 112/2022 Dapat Dievaluasi Tiap Tahun
Pertamina Patra Niaga Dorong Penurunan Emisi Karbon Pada COP 28 Dubai
Penggunaan energi fosil untuk mencukupi kebutuhan energi masyarakat tetap diperlukan dengan periode transisi menggunakan gas bumi sebelum pada akhirnya menggunakan energi terbarukan yang terbukti ramah lingkungan dioptimalkan hingga terwujud Net Zero Emission (NZE) sesuai target tahun 2060. Penggunaan energi fosil ini mempertimbangkan 3 faktor yakni ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan.
"Kementerian ESDM akan tetap menggunakan energi fosil sebagai sumber energi sementara, selama masa transisi menuju Net Zero Emission (NZE) di Indonesia. Kita tidak hanya membahas lingkungan, tapi kita juga perlu mempertimbangkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi Dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Mirza Mahendra dalam sambutan di acara Carbon Digital Conference (CDC) 2023 beberapa waktu lalu di Bali, Rabu (8/11).
Energi fosil seperti minyak dan gas bumi, batu bara dijadikan sebagai sumber energi disektor transportasi maupun sebagai bahan bakar pembangkit sementara sebelum tergantikan bahan bakar yang lebih ramah lingkunga."Gas bumi sebagai energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi dan batu bara, juga dapat dimanfaatkan sebagai energi transisi sebelum beralih 100% ke Energi Terbarukan di sektor transportasi dan juga pada pembangkit listrik," lanjut Mirza.
Mirza menjelaskan, secara umum transisi menuju emisi nol bersih memerlukan perubahan yang dapat dikategorikan ke dalam empat pilar yaitu peningkatan intensitas energi yang membantu mengurangi biaya transisi, dekarbonisasi pembangkit listrik untuk mengurangi emisi langsung di sektor ketenagalistrikan, peralihan ke bahan bakar rendah emisi pada penggunaan akhir dan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilization Storage/CCUS) yang mengurangi emisi dari industri yang emisinya sulit dikurangi.
Mewujudkan target net zero emisi memerlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, termasuk institusi dan lembaga termasuk dengan akademis dan kalangan industri terkait melalui kolaborasi yang kuat maka akan didapat mencapai dampak yang lebih besar dalam mengurangi emisi dan bergerak menuju net zero emission.
Read More
Sektor pertambangan batubara merupakan sektor yang paling terdampak di era transisi energi. Dalam proses transisi mengharuskan adanya “keadilan” sehingga disepakati transisi energi dilaksanakan dengan tetap mengedepankan unsur “keadilan” (just). Oleh karena itu World Bank bekerjasama dengan United Nations Office for Project Services (UNOPS) serta Energy Transition Partnership (ETP) menginisiasi sebuah platform yang diberi nama Just Coal Transition Platform (JCTP). Guna mempertemukan para stakeholders di wilayah Asia Tenggara maka World Bank, UNOPS dan ETP menggagas pertemuan para stakeholders JCTP di wilayah Asia Tenggara yang diadakan tanggal 9-10 November di kantor Bank Dunia di Singapura.
Acara pertemuan di Singapura tersebut melibatkan berbagai pihak dari unsur NGO, buruh, lembaga kajian, dan pelaku usaha. Sekitar 30 lebih peserta hadir dari Filipina, Vietnam, Thailand, dan Indonesia. APBI diundang sebagai salah satu stakeholders yang mewakili pihak pelaku usaha. Peserta lain dari Indonesia antara lain dari ICEL (Indonesian Center for Environmental Law), PWYP (Publish What You Pay), KSBI (Konfederasi Serikat Buruh Indonesia), IRID (Indonesia Research Institute for Decarbonization), dll.
Pembukaan program diisi oleh keynote dari pihak World Bank dan UNOPS. Kemudian program selama 2 hari yang terdiri dari 4 sesi plenary dan 2 sesi workshop. Di sesi plenary dibahas mengenai progress/update pelaksanaan just coal transition di negara-negara Asia Tenggara seperti di Filipina, Vietnam dan Indonesia. Salah satu sesi plenary adalah pembahasan mengenai Road Map for just transition from theory to practice, dimana beberapa orang expert termasuk dari beberapa universitas dari UK dan Jerman memberikan pandangan dari segi teori.
Dukungan platform JCT terhadap proses transisi yang berdampak terhadap sektor pertambangan batubara juga dibahas. Dalam hal dampak terhadap pekerja, APBI menyampaikan perlu pemetaan yang lebih komprehensif dari dampak transisi energi mengingat ekosistem industri pertambangan batubara sangat luas. Dampaknya tidak hanya di industri pertambangan batubara tetapi dari seluruh tahapan value chain termasuk yang berdampak terhadap sektor industri jasa usaha pertambangan. Selain itu, industri-industri pengguna batubara seperti industri semen, kertas, pupuk, tekstil, pengolahan/pemurnian (smelter) mineral dan berbagai industri lainnya juga akan terkena dampaknya.
Sehingga bukan hanya disisi pembangkit (power companies) seperti PLN dan IPP tetapi di industri non-kelistrikan yang selama ini masih mengandalkan batubara sebagai sumber energi termurah juga akan terdampak. Oleh karena itu JCT Platform diharapkan dapat memberikan solusi dukungan global terhadap terdampak termasuk industri pertambangan batubara agar slogan just coal transition bisa memenuhi rasa keadilan dari seluruh stakeholders.
Proses transisi akan berpengaruh terhadap penerimaan negara yang juga pada akhirnya berdampak terhadap penerimaan daerah. Berkurangnya pemanfaatan batubara akan berdampak terhadap perekonomian daerah yang selama ini masih sangat bergantung terhadap industri pertambangan batubara. Oleh karena itu JCT Platform diharapkan dapat mensinergikan dukungan global agar tepat sasaran ke pihak-pihak yang terdampak.
Pertemuan di Singapura ini merupakan pertemuan awal (kick-off) dari stakeholders di level regional. Selanjutnya JCTP akan menyusun program dimasing-masing negara yang kemudian disinergikan di tingkat regional. APBI sebagai pihak yang mewakili pelaku usaha akan terus melakukan koordinasi dengan pihak stakeholders JCT di level nasional dan regional. JCTP juga akan menyampaikan ke pemerintah policy recommendation terkait pelaksanaan just coal transition.
Read More
Kementerian ESDM telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 373.K/MB.01/MEM.B/2023 sebagai pedoman para pemegang izin usaha di bidang pertambangan untuk penyusunan dokumen Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) sebagai pengganti keputusan menteri ESDM Nomor 1806 Tahun 2018 Tentang Pedoman pelaksanaan penyusunan evaluasi persetujuan RKAB serta laporan pada kegiatan usaha Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Adapun dalam sambutan acara Bimtek Tata Cara Permohonan RKAB (1/11) sesuai Kepmen ESDM Nomor 373.K/MB.01/MEM.B/2023, Bambang Suswantono selaku Plt. Direktur Jenderal Minerba menyampaikan bahwa Keputusan Menteri ESDM ini adalah aturan turunan dari Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2023 yang baru dikeluarkan pada bulan September 2023. Tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian dan Persetujuan RKAB serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang pada pokoknya mengatur konsep penyusunan RKAB 3 tahunan.
Plt Dirjen Minerba juga menyampaikan bahwa sejatinya permohonan RKAB melalui aplikasi eRKAB bisa diselesaikan selama 30 hari kerja, namun akan lebih cepat apabila para pelaku usaha mengirimkan data data sesuai dan lengkap termasuk data data yang perlu dilampirkan. Perusahaan juga perlu memperhatikan waktu penyampaian dan memastikan untuk melakukan perbaikan, memastikan data sesuai hasil evaluasi dan bertanggung jawab penuh atas data data yang dilampirkan.
Dalam Kepmen No. 373 Tahun 2023 ini telah ditetapkan dua hal secara garis besar. Pertama adalah menetapkan pedoman pelaksanaan penyusunan, evaluasi, dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang terdiri atas format penyusunan RKAB, tata cara penyampaian, evaluasi, dan persetujuan RKAB. Kemudian yang kedua adalah format penyusunan RKAB baik pemegang IUP tahap eksplorasi dan IUP tahap operasi produksi.
Read More